Minggu, 22 April 2012

METODE-METODE DALAM MENGAJAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN




   PEMBIMBING PAK II

A.    Ceramah
Dengan metode ceramah Yesus berusaha menyampaikan pengetahuan kepada murid-murid-Nya atau menafsirkan pengetahuan tersebut.  Melalui  pendekatan itu ia mengharafkan dua anggapan dari para pendengar-Nya: pengertian mendalam dan perilaku baru (bnd. Khotbah di bukit, Mat 5-7)

B.     Bimbingan
Yesus yang mengajar murid-murid-Nya melalui ceramah itu juga memberikan bimbingan kepada mereka. Mereka diajarkan melalui tinjauan yang kemudian harus diamalkan. Dalam Matius 10 misalnya, keduabelas murid telah menerima petunjuk-petunjuk dari Yesus untuk mengusir roh-roh jahat, melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan serta memberitakan bahwa “Kerajaan Sorga sudah dekat”. (Mat 10;7). Ia menentukan apa yang akan mereka laksanakan dan ke mana mereka pergi kelak (Mat 10:5-6).Apabila mereka belajar secara tuntas, maka nanti mereka pun akan menjadi orang-orang yang terdidik dan mendapat hak-hak Yesus sendiri (Mat 10:40-42).

C.     Menghafalkan
Meskipun tidak ada perintah khusus dari Yesus agar murid-murid-Nya menghafalkan ayat-ayat tertentu dari Kitab suci, namun kepentingan-Nya jelas sekali bagi Yesus pribadi. Tidak jarang Yesus mengutip ayat dari Taurat, nubuat, misalnya, untuk membenarkan perilaku atau gagasan yang dikemukakan-Nya (mis. Mat 12:1-8), khotbah di Bukit).
Sering pula, sesudah Yesus mengajarkan ssesuatu atau selama Ia mengajarkan sesuatu, Ia condong mengikhtisarkan isinya dalam suatu ucapan yang gampang di hafal, misalnya,…. Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat” (Mat 12:8), “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit” (Mat 9:12), “… Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, memainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk 10:45)

D.    Perwujutan
Dalam metode ini kita lihat pendekatan penulis Injil Matius terhadap pelayan Yesus. Tuhan itu dilukiskan sebagai seorang yang telah mewujudkan dalam diri pribadi-Nya sebagian dari sejarah bangsa Israel. Ia, sama halnya seperti keturunan Yakub, turun ke Mesir agar diloloskan dari bahaya. Kemudian, Yesus pun adalah yang dipanggil keluar dari Mezsir (Mat 2:13-15). Lalu ada masa percobaan di padang gurun yang sejajar dengan pengalaman bangsa Israel di Sinai (mat 4: 1-11). Dalam kotbah di Bukit itu, Yesus yang lebih berkuasa dari pemberi hukum Taurat, yaitu Musa, memberikan “hukum” baru bagi para penghuni Kerajaan Allah, dan hukum tersebut diucapkan dari bukit/gunung juga!
Meskipun sebagian dari metode “perwujudan” itu merupakan pendekatan khas Matius, namun contohnya diberikan oleh Yesus sendiri. Melalui pengajaran-Nya Yesus mengatakan bahwa Israel telah terwujud dalam diri pribadi-Nya sebagai hamba Tuhan yang menderita (Mrk 10:32-34:45), dan bahwa gembala baik dari nubuat Yehezkiel sekarang terwujud dalam diri-Nya (Yeh 34:15, a.l.; Yoh 10:1-18). Ia mewujudkan pula perjanjian baru yang diumumkan Nabi Yeremia (Yer 31:31; Mrk 14:24b,a.l). Perwujutan itu lebih mendalam artinya daripada melalui teknik memainkan peranan, sebab yang terakhir ini hanya berlaku untuk waktu yang sementara saja, sedangkan dengan perwujudan-Nya Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya bahwa diri pribadi-Nyalah penyataan yang baru itu dan bukan hanya pengajaran-Nya. Ia mengajar apa yang Ia adanya!

E.     Dialog
Metode ini banyak sekali contohnya dalam keempat Injil, walaupun, memang penggunaanya tidak persis sama seperti yang dimanfaatkan Sokrates. Sering pula Ia ajukan pertanyaan yang baru sebagai tanggapan-Nya atas pertanyaan yang sebelumnya diajukan kepada-Nya.
Dialog memainkan peranan yang penting juga pada waktu Yesus mengajar seorang perempuan dari samaria (Yoh 4). Dahaga Yesus merupakan titik-tolak bagi dialog tersebut. “Berilah Aku minum” (Yoh 4:7b).
Melalui keperluan jasmani yang pokok itu Yesus menghantar perempuan Samaria tersebut untuk meninjau ulang haluan dan arti kehidupannya. Akhirnya bukan hanya ia saja yang tergolong, melainkan penghuni-penghuni desanya juga, sampai mereka mengucapkan pengakuan iman yang baru”Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Ia, dan kami tahu, bahwa Ialah benar-benar Juruselamat dunia” (Yoh 4:42).

F.      Studi Kasus
Perumpamaan yang diceritakan Yesus merupakan studi kasus. Dengan pendekatan itu, Yesus menggariskan seluk-beluk salah satu “kasus”, sebagian dari pengalaman seorang tertentu, dan mengundang para pelajar memanfaatkan akal dan imannya. Dengan studi kasus, misalnya “Anak yang Hilang”, para pendengar-Nya didorong untuk memikirkan inti persoalan dan bagaimana memecahkannya.

G.    Perjumpaan
Dengan metode perjumpaan, para pelajar ditantang secara langsung untuk mengambil keputusan. Di sini Yesus tidak bercerita. Ia memprakarsai pertanyaan yang pribadi dan besar sekali maknanya. Atau kita ingat pula pertanyaan yang diajukan Yesus kepada orang-orang Farisi, “Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” (Luk 14:3). Pertanyaan tersebut menantang para pendengar berfikir lebih mendalam sebelum menjawab.
Metode perjumpaan itu banyak sekali dipakai Yesus, tetapi di sini kita catat satu lagi saja, yaitu tentang reaksi Simon, seorang farisi dan tuan rumah ketika Yesus diundang makan di sana. “jawaban patut apakah yang perlu diberikan kepada Tuhan kerena pengampunanNya?” (Luk 7:36-50).

  1. Perbuatan Simbolis
Pada awal pelayanan Yesus di depan umum, Ia dibaptiskan oleh Yohanes Pembaptis. Tindakan itu menimbulkan pertanyaan dalam diri para serjana sampai masa kini. Mengapa Yesus dibaptiskan oleh Yohanes, sedang makna pembaptisan Yohanes itu dikaitkan dengan pengampunan dosa? Mengapa Yesus memerlukan baptisan demikian?
Rupanya, Yesus ingin mengajar murid-murid-Nya melalui perbuatan simbolis ini. Pertama-tama Ia mengajarkan bahwa pelayanan-Nya berarti perlunya pengorbanan diri sebagai tujuan utama kehidupan-Nya. Hubungan antara pengorbanan dan baptisan dinyatakan melalui jawaban-Nya kepada Yakobus dan Yohanes, yanmg memohon agar mereka boleh menerima hak istimewa nanti. Kata-Nya, “dapatkah kamu… dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?” (Mrk 10:38). Jadi, baptisan-Nya merupakan lambang kesengsaraan-Nya nanti. Kedua, melalui lambang baptisan itu Yesus mengajarkan perlunya solider dengan semua orang lain, dan bahwa solidaritas itu hanya dapat dinyatakan sebagai hamba yang merendahkan diri dan yang menderita.

3


Tidak ada komentar:

Posting Komentar